Jenuh?

Hey epribodi, sori ngupdate-nya jadi seminggu sekali, tiap hari sabtu, malem-malem, dengan mata ngantuk.

Gue selalu mendapat minggu-minggu menyibukkan semenjak sekolah dimulai.

No no, gak bisa leha-lehi kayak tahun lalu. Gak bisa tiap hari gak bawa kotak pensil, bulpen juga nggak, cuma minjem dari temen seadanya. Gak bisa terus belajar sekitar 5 menit sebelum ulangan dimulai. Gak bisa terus nongkrong-nongkrong pulang sekolah. Gak bisa terus online tiap hari sampe malem. Gak bisa tiap pagi kerjaannya sibuk di kelas, sibuk... nyalin tugas.

Gak, gak bisa gitu terus. Tahun lalu, semester 1, gue udah ngalamin fase -yang menurut gue masuk kategori kritis- dan membuat nilai gue hancur-hancuran karena kerjaan yang gue lakukan ya kayak yang diatas itu.

Dan semester 2, paams tobat. Ya, akyu tobat. dari rangking 20-an (dari 42 anak, bukan 25 anak. sumpah.), jadi rangking 14. Yeah, peringkat terbawah yang pernah gue raih seumur hidup gue adalah berperingkat 20-an itu, dan rangking 14 itu. Selain 2 rangking buruk itu, rangking gue gak pernah lepas dari 1 dan 2. Jadi itu semacam pukulan buat gue. Pukulan keras kah? Lumayan, tapi pukulan itu kudu bertanding dulu sama rasa malas gue yang juga gede. Guede banget malah.

So this year, gue gak bisa santai-santai kayak pengangguran gak jelas juntrungan masa depannya kayak gitu. No, I have the future. Ini tahun terakhir gue di smp dan 1 kata yang terlintas di benak gue ketika tahun ajaran ini dimulai adalah : wow, masa smp itu... cepet banget.

Seperti gue baru mengalami MOS...kemarin.

Dan tiba-tiba gue di penghujung, hampir di penghujung dari salah satu fase kehidupan yang akan membawa gue semakin maju ke depan. Dan gue... gak boleh salah langkah. Gue harus jelas. Jelas akan kemana. Jelas mau ke SMA mana, ngambil jurusan apa. Jelas... masuk universitas mana, masuk jurusan mana.

Dan kadang, 1 pertanyaan muncul di benak gue : buat apa... semua kejelasan itu? buat apa... masa depan yang cerah? kenapa semua harus direncanakan? kenapa gak dibiarkan mengalir... apa adanya.

Dan ada begitu banyak suara di kepala gue. Selalu begitu. Karena gue, disini, lahir dan hidup, pada dasarnya menunggu sebuah kata, kematian. Dan gue, seharusnya nggak berpatokan pada kata itu. Gak lantas berpikir karena pada ujungnya gue pasti akan mati, maka tidak perlu ada yang dilakukan di dunia ini.

Kenapa?

Karena menurut gue... gue lahir disini, walaupun gak punya tujuan yang jelas dari inti kehidupan itu sendiri... gue tau gue harus berbuat sesuatu. Karena gue akan punya penerus. Akan ada manusia yang menggantikan gue, menjalani hidup dan segala cobaannya nanti. Dan gue akan...tiada.

Dan yah, kadang-kadang jenuh muncul ke permukaan. Tiap kehidupan punya bermacam-macam fase. Dan fase gue sekarang adalah...jenuh. gak ada adrenalin rush sedikit pun.

Dan gue melakukan kesalahan. Kesalahan yang gak tampak dari luar, tapi gue yakin banget itu kesalahan.

Dan kesalahan gue adalah :

gue mengharapkan... kesakitan, kesusahan. Karena sekarang gue seperti mati rasa, gak ada sesuatu yang menarik untuk dikerjakan. Gue rindu rasanya mengalami sakit, entah sakit luar atau sakit dalam. entah sakit fisik atau sakit secara psikis. Gue lupa rasanya terbaret dan berdarah, karena gue sendiri udah lama banget gak terjatuh dan berdarah. Gue lupa rasanya demam tinggi. Gue lupa rasanya ngambil intisari dari kesakitan itu sendiri. Dan itu membuat gue hampa.

Dan gue salah banget mengharapkan hal seperti itu.

Oh ya, btw, ada teori yang mengatakan manusia itu cuma gunain sekitar 1% dari otaknya kan? Hmm... yang muncul di benak gue waktu denger ini adalah : kalau manusia bisa gunain 100% alias keseluruhan otaknya... mungkin gak akan ada manusia super? Dengan kekuatan 100%, dia bisa mengendalikan benda-benda disekitarnya, entah dengan apa, auranya mungkin? Wow... jangan sampai deh itu terjadi. Hiy.