Sunday, May 30, 2010

Starting The Journal

Gue dan Stevani berjalan terengah-engah. Waktu yang ditunjukkan di jam Swatch hasil nabung yang merupakan kesayangan gue itu sudah menunjukkan pukul 10 malam waktu Singapore. Mampus, umpat gue. Posisi kami disekitar Mall Takashimaya sekarang ini. Mall yang sepertinya tampak lebih besar dari awal perkiraan kami.

Nadira kemana? Bus rombongan kita dimana? Itu hal yang terlintas di benak kami berdua sekarang. Pokoknya, intinya, mall ini cuma muter. Iya, cuma muter. Pasti ketemu busnya. Harus ketemu. Nadira terpisah dari kami berdua, tapi akhirnya mencari Nadira adalah hal kedua dalam daftar prioritas kami. Yang pertama adalah : menemukan bus rombongan kami. Bu Esther, guru yang ikut mendampingi study tour ini berkata bahwa kita berkumpul kembali di bus rombongan kami jam 10.15 malam... Dan jam gue sekarang sudah melaju 5 menit dari kali terakhir gue melihatnya. 10.05. Ugh.

Gue dan Stevani sudah capek. Handphone Stevani yang prabayar 3 itu aktif seaktif-aktifnya disini. Dia bahkan selalu dapat sms mesra setiap hari dari provider kecintaannya itu. Sementara Blackberry gue, yang pra-bayar IM3 gue itu, yang kesayangan gue itu, dengan sukses mengkhianati gue. Gambar jaringan yang tertera adalah SOS. Kita bisa saja mengontak Bu Esther dan mengabari bahwa kita...uhm, sedikit tersesat. Tapi, handphone Stevani.....tidak ada pulsa. Iya, tidak ada pulsa. Dan Blackberry gue yang kebanjiran pulsa (karena nyokap yang setiap gue berpergian jauh, pasti ngisiin pulsa untuk keadaan emergency seperti ini) malah tidak bisa digunakan. Stress. Emosi. Capek. Kesel.

Muka Stevani menggambarkan jelas-jelas kata 'astaghfirullah' sekarang ini. Kita tidak tahu apa yang akan kita sampaikan nanti kalau bertemu Bu Esther. Kemana Nadira? Tadi kan kalian pergi bertiga, kenapa waktu kembali malah tinggal dua ekor?

Memang harusnya tadi kita tidak usah keluar dari mall, dan malah menyebrang ke mall sebelahnya untuk ke money changer. Dan, yang lebih buruk lagi, malah berpisah sama Nadira. Sementara itu, kok rasanya ini mall besar sekali? Daritadi ngelilingin kok tidak ketemu ya bus kami?

Berpacu dengan waktu, gue dan Stevani menambah kecepatan berjalan kami. Kami berdua hening, tidak ada yang memulai pembicaraan.

"What a good city, right?" Tiba-tiba ada om-om bule nyempluk di sebelah kiri gue. Stevani di sebelah kanan gue. Mukanya Stevani agak kaget sedikit karena tiba-tiba disapa oleh om bule ini. Gue tenang. Santai.

"Yeah, this country is a clean one. Nice one." Gue perhatikan itu om bule. Kayaknya udah seumuran bokap gue. 45 tahun, mungkin? Perutnya itu loh ...kayaknya, diam-diam, dia nyembunyiin bola basket deh di balik kemejanya. Guede banget! Gue memutuskan untuk meladeni percakapan. Sementara muka Stevani agak-agak horror gitu. Shock kayaknya itu anak.

"Yeah, I like this country very much. And where are you from?" Tanya si om bule.

"We're from Indonesia. And you?"

"Ah, Indonesia. I'm from Paris. What are you doing here? Holiday?"

"Yes. And you? What are you doing here? For holiday too?"

Itu om kelihatan mikir sebentar. Mukanya gak yakin.

"Err... yes. I'm here for holiday too."

Gue merhatiin penampilannya. Pakai kemeja biru cerah, sedang melonggarkan dasi, dan dia membawa tas tenteng yang kira-kira sejenis tas untuk bawa laptop. Sorry, Om, I don't think that you're here for holiday, too.

"ah, ya ya ya." Gue jawab ngasal aja.

"And what is your age?" tanya si om bule.

"I'm 16, my friend is 15."

"Huh? 16? ah." Dia agak kaget dikit. Dia pasti mikir bongsor juga ya ini anak satu. Umur 16 aja udah segede gini. Gue diem aja, gak ngelanjutin percakapan.

"Maybe you want some coffee? Or tea, maybe? Ah if you want then just come with me, there." Eh tiba-tiba dia berkata begitu, tangan kirinya menunjuk ke arah kanan yang memang ada kedai kopi disitu, sementara tangan kanannya di pundak gue, sedikit mendorong gue agar pergi bersama dia.

Gue kehilangan senyum. Muka Stevani berubah pucat dan jelas-jelas menggambarkan kata double 'astaghfirullah astaghfirullah' sekarang.


To be continue...
mau lagi.....