Saturday, March 7, 2009

relationship?

"...masalahnya, kamu gak jujur sama mama," suaranya di telepon terdengar kesal, tidak marah, tetapi jelas terdengar kesal dalam nada suaranya. "Mama gak ngelarang kok, Papa juga, kamu mau naksir 10 orang juga itu hak kamu," iya, tau tau tau tau tau. "...cuma ya kamu jujur dong, kalau kamu kaya tadi tiba-tiba pergi jam setengah 5 pagi ga pamit-pamit ya orang tua juga pasti langsung waswas lah," iya, dan aku, jujur, menyesal tidak pamit dulu tadi.

"hm," aku hanya membalas setiap ucapannya di gagang telepon, terdengar tidak peduli, seperti biasa. Tapi, sumpah, aku mendengarkan kok.

"kalo temen-temen kamu mau main kesini yaudah bawa aja kesini. Mau Evan kek, atau siapa kek, bawa aja, daripada kamu pergi-pergi terus malah ketemuan di luar kan diliat orang kesannya jelek banget. Mau ngobrol-ngobrol atau main komputer...kan orang tua jadi bisa lebih tenang," iya, Mama lebih tenang, tapi pasangan Mama nggak.

"hmmmmmm," aku hanya menjawab dengan gumaman lain. Anehnya, Mama tidak pernah protes kalau aku menjawabnya dengan gumaman singkat seperti ini, padahal sepertinya terdengar kurang sopan.

"Yaudah, kamu mandi gih, siap-siap ke salon," Mama melanjutkan, nada kesal dalam suaranya sudah tidak terdengar lagi. "Iya," aku menjawab singkat -lagi- dan kemudian menutup telepon kamar. Habis sudah perkara.

Aku meraih handphoneku, men-dial nomor seseorang sambil duduk di tempat tidur. Favorite spot-ku saat di kamar.

Baru beberapa deringan, orang itu menyahut. Bahkan, setelah sekian lama, aku tetap merasa jantungku berpacu saat mendengar suaranya di telepon. Konyol memang, tapi begitulah adanya.

"Dimana kamu?" Aku langsung bertanya, tanpa basa-basi.
"Di sekolah," jawab suara di seberang sana. Suaranya selalu menenangkan hati, entah bagaimana.
"Kayaknya gak bisa ke sekolah lagi deh, huhuhuhu," Aku kecewa dengan kenyataan itu, tapi bagaimanapun, merasa lega di satu sisi setelah berbicara dengan Mama di telepon tadi. Aku butuh kejelasan antara apa yang sudah diketahui mereka, apa yang sudah diketahui abangku, dan apa yang mereka pikirkan.
"Oh, yaudah gapapa...dimarahin? tadi dibilang apa aja?"
"Iya ga dimarahin juga sih, tadi aku udah serem aja waktu jalan ke rumah, bokap udah nunggu di depan pintu gerbang, tangannya dua-duanya megang pinggang gitu, terus matanya melotot. Kata nyokap sih ya aku harusnya pamit-pamit dulu, kalo kaya tadi kan bikin khawatir...Harusnya jujur aja,"
"Terus kamu jujur?"
"Nggak, aku diem aja lah toh aku diem juga mereka kan udah tau.."
"Oh yaudah..."

Telepon ditutup. Aku mengambil iPodku, menyetel track-track kesukaan, menghempaskan diri di tempat tidurku, menutup mata, dan memikirkan segala hal. Semuanya.

Kebanyakan adalah hal-hal yang terjadi semenjak 2 bulan yang lalu, bagaimana takdir membawaku kesini, bagaimana takdir mempertemukanku dengan orang-orang ini, bagaimana hubungan ini akhirnya menjadi seperti ini. Bagaimana, kebahagiaan muncul di satu sisi, mengisi seluruh tubuhku sampai seakan mau meledak karena terpaan kebahagiaan itu, tapi juga muncul berbagai masalah lain yang sebelumnya tidak pernah kupikir, bahwa hal-hal ini akan menjadi masalah. 1 kebahagiaan yang sangat besar dengan beberapa masalah yang muncul, terdengar adil.

Aku, jujur, dalam hal ini, dalam hal relationship dengan seseorang, kali ini, cukup mengambil tindakan nekat. Aku mengambil resiko-resiko, melakukan hal-hal yang menyerempet batas-batas orang tuaku -terutama Papa, jelas- tapi tahu aku tidak melakukan pelanggaran apa pun, sebenarnya. Toh mereka, pada akhirnya, akan mengetahuinya, dan jujur aku memang mengharapkan mereka tau. Bahwa aku tidak sama dengan abangku. Hidupku, relationship-ku, pergaulanku, isi otakku, 180 derajat berbeda dengannya. Dia kelihatan tidak nyaman saat membawa teman perempuannya, tetapi aku sebaliknya.

Dan keadaan kita memang terbalik. Dia diizinkan -dianjurkan, malahan- untuk membawa pacarnya ke Papa dan Mama, sementara aku, belum diperbolehkan.

Ironis, memang.

Saat turun ke lantai 1, aku diceramahi lagi oleh Mama.

"...kamu sih ga pinter ngambil hati orang tua, Mama ngerti lah jadi remaja, naksir-naksiran ya normal, dulu Mama juga cerita-cerita sama Mamanya Mama, Om Doni, ga nutup-nutupin,"
Betapa aku ingin berteriak, "Gue juga maunya gitu makkk!" Tapi aku hanya berkata sambil senyum-senyum kecut, "Takut sama itu," sambil menunjuk arah kamar Mama dan Papa.

"Hah? Sama siapa?" Jelas Mama tidak menangkap maksudnya.

"Sama...Papa,"

"Namanya orang tua, apalagi Bapak, La, pasti ga mau anak ceweknya masih umur 15 tahun udah pacar-pacaran. Pasti ada perasaan was-was, apalagi kalo kamu ga lapor-lapor kaya tadi. Buat Papa tuh kamu tetep litel gel nya," aku ingin tersenyum saat Mamaku bermaksud berkata Little Girl tapi yang terdengar malah 'litel gel'.

Aku langsung teringat beberapa kali Papa selalu menekankan kata-kata 'kamu-selalu-menjadi-anak-kecil-buat-Papa-' dan jujur, aku benci sekali hal itu. Aku ingin bebas. Aku ingin mereka percaya padaku, bahwa aku sudah cukup dewasa untuk bergaul dengan benar. Bahwa kalau pun kami nakal, itu semua normal. Sangat normal.

Masalah utamaku memang berada di Papa. Bukan di Mama atau abang. Selalu dengan dia. Didikan dia keras, memang, aku sering kesal padanya, tapi tidak bisa berlama-lama, karena tau dia menyayangiku melebihi apa yang aku sadari.

Aku yakin Mama dan Papa pasti pernah membicarakan masalah ini, apalagi semenjak Evan minggu lalu dateng ke rumah malem-malem. Kita nekat. Sangat nekat. Tapi toh aku tau -cukup tau- bahwa Mama dan Papa tidak akan marah padanya. Kita tidak melakukan kesalahan apapun. Dan aku, sangat penasaran apa yang mereka bicarakan. Aku yakin Mama membelaku, berkata bahwa semua ini normal -dan memang normal!- dan pada akhirnya akan selalu berbenturan pendapat dengan Papa, yang berpikir bahwa aku harus belajar, belajar, belajar, dan fokus belajar. Jangan terlalu melibatkan teman-teman, jangan seperti jadi penguasa sekolah, jangan serius-serius banget sama teman-teman, mereka akan berpisah denganku nanti saat aku masuk SMA, dan menempuh jalan hidupnya masing-masing. Jadi tidak perlu terlalu gimanaaaaaa gitu sama mereka.

Dan aku, tidak setuju dengan pendapatnya.

Aku jadi terus kepikiran soal hal ini sepanjang hari. Evan bilang, yaudah ngaku aja. Aku tidak perlu mengaku. Belum. Atau mungkin memang tidak akan pernah mengaku secara terang-terangan. Mereka tidak membutuhkan pengakuan, mereka membutuhkan aku tunduk di hadapan mereka, terlihat selalu baik-baik saja di depan mereka. Tapi toh...lampu hijau telah menyala, dan aku akan terus berusaha lampu itu menyala lebih terang, jauh lebih terang, setiap saat Evan datang ke rumah.

19 comments:

  1. orang-orang seusia kita yang masih sekolah, masalahnya gak jauh jauh dari kayak gini ya kayaknya haha -_-

    ReplyDelete
  2. hahahaha

    biasa lah itu, namanya juga orang tua. gw aja yang belum punya anak bisa ngebayangin betapa waswas n khawatirnya gw kalo anak gadis gw udah mulai pacaran.

    tapi gw juga gak setuju sama pendapat bokap lo yang 'gak usah terlalu gimanaaa gitu sama mereka'. orang datang dan pergi, itu normal. senormal perasaan mereka yang terlibat di dalamnya. justru rasa senang dan sedih itulah yang mendewasakan kita.

    nikmatin aja. lo akan belajar tentang banyak hal dari sini.

    ReplyDelete
  3. aduh panjang banget ni postingan. :D

    ReplyDelete
  4. whoah.. itu cerita sendiri. real.. atau cuman fiktif.. :) seperti novel style ..hihihi

    ReplyDelete
  5. hmm... gimana yaa paams gue juga ga ngerti huhu.
    yaa sebenernya wajar2 jja c bokap lo was2, makanya better kalo mau pergi yaa bilang aja..
    lebih bagus lagi kalo lo ngaku, kalo lo jadian hehe *meski keknya sekarang udah ketauan juga*
    mungkin lo ga mau ngaku karena ga tau cara mengakuinya ya?

    ReplyDelete
  6. SEMANGAT!. buktikan ke papa lo, walaupun lo pacaran nilai lo gak terganggu sama sekali. justru semakin meningkat. prove it. so you can get a permission from your lovely papa. deal? semangat ya paams

    ReplyDelete
  7. SEMANGAT mel! gue ngerti, sangat sangat ngerti dengan apa yang lo rasain. bonyok gue juga lebih push gue lagi belakangan ini. oh well, memang wajar kalo ortu begitu. tapi TETEP SEMANGAT buat lo and evan :D

    ReplyDelete
  8. you're so normal, you're just like the younger me.....
    it's okay to be a little off the line, doing things discreetly, being caught doing (a bit) bad things, but you're already aware that semua hal yang lo akan, atau sudah lakukan, selalu ada konsekuensinya kan? mau baik atau buruk. semua bakal bikin lo dewasa pam. don't worry, karena you'll definitely learn from mistakes. EXACTLY like me! arrrr hahaha.
    the worst case is, you'll learn the rough way.... dengan cara yang kurang lebih 'unpleasant', maksudnya. hem. tapi inget, lakuin hal2 yang membahagiakan diri lo sendiri ya. jangan yang ngerugiin. ntar capek sendiri. hahaha. yang penting pinter-pinter aja ngejalaninnya pam. and the rest will be okay.

    ReplyDelete
  9. Masalah setiap orang beda2 ya

    bner kata patung pancoran, lo bakal belajar banyak hal dr sana. Sabar aja dd

    ReplyDelete
  10. emank bokap2 gt paams. hati2 aja, ntar si evan2 itu bisa d apa2in lho. *halah* *kyknya paling gk brmutu komen gw deh*

    ReplyDelete
  11. nih, gw ada beberapa tips:

    jadikanlah hubungan kalian positif, bukan cuma hasil test pack lo yang positif... eh, maksud gw, ya kalian saling support lah satu sama lain dalam segala macam hal.

    jujur, gw waktu pertama kali pacaran nilai gw langsung jeblok parah.. kalo lo bisa bikin yang sebaliknya bonyok lo mungkin bisa lebih berkompromi, atau malah mendukung.

    pacaran bukan cuma jalan berduaan, ngehedon, dan senang2. sebelum UAN SMP, gw, pacar gw, n temen2 gw belajar bareng, n hasilnya gw berhasil masuk SMA 81. juga, meskipun gw akhirnya gak jadi nembak gebetan gw yang sebelum ini, dia berhasil bikin gw belajar gitar. love is powerful enough to move people.

    jadikanlah Evan sebagai sumber kekuatan lo buat ngelakuin perubahan yang positif*. well, pacaran, apalagi untuk pertama kali, pasti bikin lo berubah. jadi sering2lah mengecek arah perubahan itu dan memperbaikinya kalo salah.

    terus, jangan lupa untuk menjadikan dia sebagai teman juga**. bawa dia ke komunitas lo, n masuklah ke komunitas dia. temannya adalah temen lo juga, temen lo adalah temannya juga. itu salah satu resep pacaran awet.

    terakhir, when it comes to sex, hold urself n him as well. nothing's good in pre-marital sex, no matter how enjoyable it is. condoms can protect u from viruses or unwilled pregnancy, but not from sin n regret.

    good luck ya! may the force be with you. (=w=)b







    *)=sumber: lirik lagu Robbie William - Let The Love Be Your Energy
    **)=sumber: lirik lagu The Moldy Peaches - Anyone Else But You

    ReplyDelete
  12. dulu waktu sayah umur 15 taun, jam 8 malem udah tidur..

    ReplyDelete
  13. waah ak ngerti banget laah perasaan mu itu, ak juga punya adik cewek, jd ngerti banget btapa khawatir juga ortu, tinggal sekarang bagaimana kamu mampu bikin ortu kmu terus percaya bahwa kamu bertanggung jawab, dan selalu ada di jalan yg benar. gak ada yang salah duluu aku juga gt kok Paams ;)

    Btw, I love..love..love..this posting, sumpah tulisanmu makin lama makin bagus!!! (suka banget ama kalimat penutupnya) :)

    ReplyDelete
  14. uwaaa, gw ngerti banget perasaan lo. rada beda sih, tapi masalah gw mirip" lo gt xD kok timingnya pas amat ya bacanya? hihi.

    semangat yaaa... kita berjuang bersama (ceileh, belagu bener, siapa lu siapa gw juga? xD haha)

    eh... ato ini cuma fiktif? hbis bahasanya kyk novel gitu... hha.

    ReplyDelete
  15. buat yang nanya ini asli atau nggak, 100% asli kok

    ReplyDelete
  16. waaa pamela sabar ya pam. orang sabar disayang tuhan pam. ntar pasti ketemu jalan yg trbaik buat lo ama evan ko pam

    ReplyDelete
  17. gw setuju sama mas andrei..
    gw juga suka sama postingan lo yg ini.. hehe..

    cheer up sist!! itu masalah wajar klo bokap ngelarang anaknya pacaran.. jgn terlalu berpikir klo bokap lo itu ngelarang ini itu.. nanti,,dengan berjalannya waktu lo menjadi dewasa,, yakin deh.. pasti bokap lo lama2 minta dikenalin sama pacar lo. haha.. mungkin belum waktunya aja sekarang..

    ReplyDelete
  18. don't give up pam! heheh gw juga gak setuju ama bokap lw *sorry omm* klo kita bakal pisah ama temen2 kita dan jalanin hidup masing2.. friendship never end broo.. hehehe

    ReplyDelete
  19. don't give up... brotherhood or sisterhood will never ever has ending...

    ReplyDelete