Sunday, March 29, 2009

jangan ngambek dong...

halo blogku sayang, blogku malang. Udah hampir sebulan ya kamu ga di-update? Sebentar ya, sebentar lagi juga aku update kok (lah ini emangnya bukan ngupdate ya) eh blogku... maaf juga kalo aku selingkuh, selingkuh sama diary book yang aku simpan rapat-rapat di tempat persembunyian di kamarku. Maaf, tapi kalau aku cerita-cerita soal masalahku ke kamu nanti terlalu riskan, banyak yang baca. gapapa kan ya? Tapi kamu tetep the one ku kok, diary book di rumah juga udah teriak-teriak, dia capek katanya dijadiin sarana aku curhat habis-habisan, sementara kamu disini enak-enakan, aku cerita yang bagus-bagus mulu.

Jangan ngambek dong, maaf ya kalau blog ini jadi terlantar. Udah 1 tahun lebih gue nge-blog... dan mendapatkan banyak teman dari sini. Gue jadi inget, everything was okay, until someone came to my life and destroyed so much things, including this blog.

Aku minta maaf juga ya blogku, waktu kita anniversary bulan Januari lalu aku ga punya something special buat kamu. Padahal kamu salah satu teman terbaikku, ehm, selain buku diary di rumah yang udah jadi korban, tentunya.

Kamu tau? Sebenernya lebih enak curhat ke kamu... lebih gampang, tinggal ngetik doang, dan aku juga lebih nyambung, karena ketika ngetik, rasanya...kata-kata itu keluar gitu aja. Kalo di diary book aku, pegel... tapi kamu jangan kasih tau ke diary book aku ya ntar dia marah...

Aku lagi pengen curhat habis-habisan ke kamu...tapi aku tau aku ga bisa. terlalu riskan, so next time maybe I'll bring a good story for you and for the readers.

Aku pamit dulu ya blogku tersayang, I'll come back...

Saturday, March 7, 2009

relationship?

"...masalahnya, kamu gak jujur sama mama," suaranya di telepon terdengar kesal, tidak marah, tetapi jelas terdengar kesal dalam nada suaranya. "Mama gak ngelarang kok, Papa juga, kamu mau naksir 10 orang juga itu hak kamu," iya, tau tau tau tau tau. "...cuma ya kamu jujur dong, kalau kamu kaya tadi tiba-tiba pergi jam setengah 5 pagi ga pamit-pamit ya orang tua juga pasti langsung waswas lah," iya, dan aku, jujur, menyesal tidak pamit dulu tadi.

"hm," aku hanya membalas setiap ucapannya di gagang telepon, terdengar tidak peduli, seperti biasa. Tapi, sumpah, aku mendengarkan kok.

"kalo temen-temen kamu mau main kesini yaudah bawa aja kesini. Mau Evan kek, atau siapa kek, bawa aja, daripada kamu pergi-pergi terus malah ketemuan di luar kan diliat orang kesannya jelek banget. Mau ngobrol-ngobrol atau main komputer...kan orang tua jadi bisa lebih tenang," iya, Mama lebih tenang, tapi pasangan Mama nggak.

"hmmmmmm," aku hanya menjawab dengan gumaman lain. Anehnya, Mama tidak pernah protes kalau aku menjawabnya dengan gumaman singkat seperti ini, padahal sepertinya terdengar kurang sopan.

"Yaudah, kamu mandi gih, siap-siap ke salon," Mama melanjutkan, nada kesal dalam suaranya sudah tidak terdengar lagi. "Iya," aku menjawab singkat -lagi- dan kemudian menutup telepon kamar. Habis sudah perkara.

Aku meraih handphoneku, men-dial nomor seseorang sambil duduk di tempat tidur. Favorite spot-ku saat di kamar.

Baru beberapa deringan, orang itu menyahut. Bahkan, setelah sekian lama, aku tetap merasa jantungku berpacu saat mendengar suaranya di telepon. Konyol memang, tapi begitulah adanya.

"Dimana kamu?" Aku langsung bertanya, tanpa basa-basi.
"Di sekolah," jawab suara di seberang sana. Suaranya selalu menenangkan hati, entah bagaimana.
"Kayaknya gak bisa ke sekolah lagi deh, huhuhuhu," Aku kecewa dengan kenyataan itu, tapi bagaimanapun, merasa lega di satu sisi setelah berbicara dengan Mama di telepon tadi. Aku butuh kejelasan antara apa yang sudah diketahui mereka, apa yang sudah diketahui abangku, dan apa yang mereka pikirkan.
"Oh, yaudah gapapa...dimarahin? tadi dibilang apa aja?"
"Iya ga dimarahin juga sih, tadi aku udah serem aja waktu jalan ke rumah, bokap udah nunggu di depan pintu gerbang, tangannya dua-duanya megang pinggang gitu, terus matanya melotot. Kata nyokap sih ya aku harusnya pamit-pamit dulu, kalo kaya tadi kan bikin khawatir...Harusnya jujur aja,"
"Terus kamu jujur?"
"Nggak, aku diem aja lah toh aku diem juga mereka kan udah tau.."
"Oh yaudah..."

Telepon ditutup. Aku mengambil iPodku, menyetel track-track kesukaan, menghempaskan diri di tempat tidurku, menutup mata, dan memikirkan segala hal. Semuanya.

Kebanyakan adalah hal-hal yang terjadi semenjak 2 bulan yang lalu, bagaimana takdir membawaku kesini, bagaimana takdir mempertemukanku dengan orang-orang ini, bagaimana hubungan ini akhirnya menjadi seperti ini. Bagaimana, kebahagiaan muncul di satu sisi, mengisi seluruh tubuhku sampai seakan mau meledak karena terpaan kebahagiaan itu, tapi juga muncul berbagai masalah lain yang sebelumnya tidak pernah kupikir, bahwa hal-hal ini akan menjadi masalah. 1 kebahagiaan yang sangat besar dengan beberapa masalah yang muncul, terdengar adil.

Aku, jujur, dalam hal ini, dalam hal relationship dengan seseorang, kali ini, cukup mengambil tindakan nekat. Aku mengambil resiko-resiko, melakukan hal-hal yang menyerempet batas-batas orang tuaku -terutama Papa, jelas- tapi tahu aku tidak melakukan pelanggaran apa pun, sebenarnya. Toh mereka, pada akhirnya, akan mengetahuinya, dan jujur aku memang mengharapkan mereka tau. Bahwa aku tidak sama dengan abangku. Hidupku, relationship-ku, pergaulanku, isi otakku, 180 derajat berbeda dengannya. Dia kelihatan tidak nyaman saat membawa teman perempuannya, tetapi aku sebaliknya.

Dan keadaan kita memang terbalik. Dia diizinkan -dianjurkan, malahan- untuk membawa pacarnya ke Papa dan Mama, sementara aku, belum diperbolehkan.

Ironis, memang.

Saat turun ke lantai 1, aku diceramahi lagi oleh Mama.

"...kamu sih ga pinter ngambil hati orang tua, Mama ngerti lah jadi remaja, naksir-naksiran ya normal, dulu Mama juga cerita-cerita sama Mamanya Mama, Om Doni, ga nutup-nutupin,"
Betapa aku ingin berteriak, "Gue juga maunya gitu makkk!" Tapi aku hanya berkata sambil senyum-senyum kecut, "Takut sama itu," sambil menunjuk arah kamar Mama dan Papa.

"Hah? Sama siapa?" Jelas Mama tidak menangkap maksudnya.

"Sama...Papa,"

"Namanya orang tua, apalagi Bapak, La, pasti ga mau anak ceweknya masih umur 15 tahun udah pacar-pacaran. Pasti ada perasaan was-was, apalagi kalo kamu ga lapor-lapor kaya tadi. Buat Papa tuh kamu tetep litel gel nya," aku ingin tersenyum saat Mamaku bermaksud berkata Little Girl tapi yang terdengar malah 'litel gel'.

Aku langsung teringat beberapa kali Papa selalu menekankan kata-kata 'kamu-selalu-menjadi-anak-kecil-buat-Papa-' dan jujur, aku benci sekali hal itu. Aku ingin bebas. Aku ingin mereka percaya padaku, bahwa aku sudah cukup dewasa untuk bergaul dengan benar. Bahwa kalau pun kami nakal, itu semua normal. Sangat normal.

Masalah utamaku memang berada di Papa. Bukan di Mama atau abang. Selalu dengan dia. Didikan dia keras, memang, aku sering kesal padanya, tapi tidak bisa berlama-lama, karena tau dia menyayangiku melebihi apa yang aku sadari.

Aku yakin Mama dan Papa pasti pernah membicarakan masalah ini, apalagi semenjak Evan minggu lalu dateng ke rumah malem-malem. Kita nekat. Sangat nekat. Tapi toh aku tau -cukup tau- bahwa Mama dan Papa tidak akan marah padanya. Kita tidak melakukan kesalahan apapun. Dan aku, sangat penasaran apa yang mereka bicarakan. Aku yakin Mama membelaku, berkata bahwa semua ini normal -dan memang normal!- dan pada akhirnya akan selalu berbenturan pendapat dengan Papa, yang berpikir bahwa aku harus belajar, belajar, belajar, dan fokus belajar. Jangan terlalu melibatkan teman-teman, jangan seperti jadi penguasa sekolah, jangan serius-serius banget sama teman-teman, mereka akan berpisah denganku nanti saat aku masuk SMA, dan menempuh jalan hidupnya masing-masing. Jadi tidak perlu terlalu gimanaaaaaa gitu sama mereka.

Dan aku, tidak setuju dengan pendapatnya.

Aku jadi terus kepikiran soal hal ini sepanjang hari. Evan bilang, yaudah ngaku aja. Aku tidak perlu mengaku. Belum. Atau mungkin memang tidak akan pernah mengaku secara terang-terangan. Mereka tidak membutuhkan pengakuan, mereka membutuhkan aku tunduk di hadapan mereka, terlihat selalu baik-baik saja di depan mereka. Tapi toh...lampu hijau telah menyala, dan aku akan terus berusaha lampu itu menyala lebih terang, jauh lebih terang, setiap saat Evan datang ke rumah.

Monday, March 2, 2009

Nilai Tryout Pertama

jadiii ini hasil tryout pertama gue :

Bahasa Indonesia : 9,20
Matematika : 8,20
Bahasa Inggris : 8,20
IPA : 6,00

Jumlah : 31,60 (nem nya)
Rata-rata : 7,9

okeeee gue bangga dengan nilai Bhs Indonesia gue (which is tertinggi seangkatan) tapi IPA NYA OH MY GOD dan NEM NYA yang berarti gue bahkan BELUM BISA masuk 21 atau bahkan 68!

oh shit.